Posted on 19.35

Otonomi Daerah (Problem dan Prospek)

Bab I. Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Krisis ekonomi dan yang lainnya yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Di satu sisi,  krisis tersebut telah memberikan dampak yang luar biasa pada kemiskinan, namun disatu sisi krisis tersebut juga memberi “berkah tersembunyi” bagi upaya peningkatan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia dimasa yang akan datang. Karena krisis ekonomi dan krisis-krisis yang lainnya yang dialami telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total tersebut adalah mewujudkan masyarakat yang madani terciptanya good governance, dan mengembangkan model pembangunan yang berkeadilan. Disamping itu reformasi juga telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan kelembagaan sosial, sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi lingkungan legal dan regulasi untuk pembaruan pradigma di berbagai bidang kehidupan
Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua alasan. Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang lalu telah menimbulkan rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi didaerah. Arahan dan kebutuhan akan undang-undang yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati dan sehingga pemerintah daerah sering kali  menjadikan pemenuhan peraturan  sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk pelayanan kepada masyarakat.
Kedua, tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk memasuki era permainan baru yang membawa aturan baru pada semua aspek kehidupan dimasa yang akan datang. Dimana pada masa yang akan datang pemerintah akan kehilangan kendali pada banyak persoalan seperti perdagangan internasional, informasi dan ide maupun keuangan. Dengan banyaknya berbagai persoalan tersebut, maka pemerintah akan kesulitan untuk menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang sepele yang dihadapi oleh masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai amanat UUD 1945 secara konstitusional maupun legal diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dalam konteks otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kerangka penguatan legitimasi prinsip otonomi seluas-luasnya, serta guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip desentralisasi politik dan aspirasi masyarakat.
Sejalan dengan das sein dan das sollen terhadap kebijakan otonomi daerah tersebut, dalam perkembangannya otonomi daerah ini menimbulkan permasalahan-permasalahan baru, akibat dari tugas-tugas baru daerah yang diserahkan langsung dari pusat. Selain itu perlu adanya prospek visi dan tujuan otonomi daerah untuk kedepannya agar otonomi daerah tersebut dapat berjalan efektif dan tepat guna.

B.  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas yaitu :
1.      Apa saja problema yang muncul terhadap adanya otonomi daerah dan kebijakan yang dapat diambil ?
2.      Apa saja prospek kedepan terhadap otonomi daerah dan kebijakan yang diambil ?
      
Bab II. Landasan Teori
A.    Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan diatas, kita juga dapat menelisik pengertian otonomi daerah secara harafiah. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi  berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri  atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Pengertian Otonomi Daerah menurut F. Sugeng Istianto, adalah: “Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah” Pengertian Otonomi Daerah menurut Ateng Syarifuddin, adalah: “Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan”. Dan Pengertian Otonomi Daerah menurut Syarif Saleh, adalah: “Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat”
Selain pendapat pakar diatas, ada juga beberapa pendapat lain yang memberikan pengertian yang berbeda mengenai otonomi daerah, antara lain: Pengertian otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein, adalah: “Pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat” Pengertian otonomi daerah menurut Philip Mahwood, adalah: “Suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda”.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai berikut:
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B.     Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dl pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tt pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sbg garis pedoman untuk manajemen dl usaha mencapai sasaran; garis haluan: - Pemerintah mengenai moneter perlu dibahas oleh DPR.
Pengertian kebijakan publik menurut para ahli salah satunya yaitu Thomas Dye yaitu kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.



C.    Pengertian Kebijakan Daerah
Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atau atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum (Anonimous, 1992).
D.    Pengertian Sentralisasi
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. 
     Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat
E.     Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.
Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
  
  Bab III. Pembahasan
A.    Problema Yang Muncul Terhadap Otonomi Daerah Dan Kebijakan Yang Diambil

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan[1]. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
Sejak diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan menimbulkan beberapa persoalan yang, jika tidak segera dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya? Jika jawabannya tidak, tentu akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa disadari, beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
Masalah-masalah tersebut antara lain :
1.      Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah
2.      Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
3.       Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai
4.      Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnyapelaksanaan otonomi daerah
5.      Korupsi di Daerah
6.      Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
Problem lainnya yang juga menjadi sebab tidak optimalnya otonomi daerah yaitu 1. Kesenjangan antara otonomi daerah dengan NKRI ternyata dijembatani oleh demokrasi, 2, Tanpa diperantarai oleh demokrasi yang kuat maka otonomi daerah tidak bisa membantu memperkuat keIndonesiaan, dan demikian juga sebaliknya. Otonomi daerah seluas-luasnya terlaksana dengan pemanfaatan sumberdaya ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat[2].
Selain hal-hal diatas kebijakan otonomi daerah juga belum mencapai harmonisasi pendelegasian wewenang antara pusat dengan daerah, dan ditambah juga terdapat hambatan operasionalisasi perundang-undangan terkait maupun kendala-kendala praktis.
Pelaksanaan pembangunan di daerah yang pembangunan kembali menunjukan kecenderungan resentralistik dalam arti program pembaungan direncanakan secara terpusat oleh Pemerintah Pusat, disusun secara seragam tanpa memperhatikan kebutuhan, karakteristik dan spesifikasi masing-masing daerah, dan mengasumsikan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi setiap daerah adalah sama. Hal ini membawa dampak negative bagi daerah, seperti hilangnya kreativitas daerah , tidak terpenuhinya kebutuhan masyrakat, dan tidak terlaksananya prioritas pembangunan sesuai aspirasi dan kebutuhan masyrakat daerah. Kewenangan daerah dalam mengembangkan dunia usaha juga sangat terbatas karena banyak kebijakan dan regulasi berada pada Pemerintah Pusat. Berbagai perizinan masih diputuskan oleh Pemerintah Pusat.
Seharusnya melalui desentralisasi penyelenggaraan urusan pemerintah kepala daerah otonom, daerah akan mempunyai kewenangan yang luas dan utuh 1. untuk mengatur dan mengelola aspirasi/tuntutan masyarakatnya; 2. untuk merencanakan dan mengelola pelaksanaan pemabngunan di daerahnya[3]. Dengan demikian pemerintah daerah dapat mengembangkan kreativitas dalam menggali dan mengelola potensi yang dimiliki daerah untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi pembangunan daerah dan pengembangan usaha di daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dilandasi perubahan paradigm sentralisasi ke paradigm desentralisasi tidak hanya memperkuat otoritas pemerintah daerah serta menghasilkan kemajuan demokrasi di tingkat local, akan tetapi juga pemeberdayaan berkelanjutan baik pemerintah daerah provinsi, maupun pemerintah daerah Kabupaten/kota. Lahirnya Undang-undang nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah juga telah melahirkan sistem politik baru di daerah, oleh karena kepala daerah/wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dengan demikian proses check and balances dalam penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan secara sistemik, oleh akrena pada satu sisi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu yang dilaksanakan secara regular , demikian pula halnya kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilukada demokratik.
Dalam hubungan ini pula, otonomi daerah telah mendorong demokratisasi tata kelola pemerintahan. Realisasi otonomi daerah juga telah menghasilkan kepemimpinan daerah yang lebih kredibel dan akuntabel, peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan esekutif yang terdesentralisasi, pentaan sistem administrasi dan memperkokoh sendi-sendi perkeonomian daerah.
 B.     Prospek Kedepan Otonomi Daerah Dan Kebijakan Yang Diambil

Rakyat adalah pemegang kedaulatan. Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 Perubahan Ketiga, berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Rakyat yang berdaulat tidak boleh menyimpang dari konstitusi, artinya rakyat sendiri selaku pemegang kedaulatan harus tunduk pada UUD. Secara hukum dan administratif, rakyat banyak nan berdaulat itu bersebar dan menempati segenap daerah otonom, termasuk rakyat penduduk Ibukota Jakarta adalah pula penduduk daerah otonom DKI Jakarta Raya.
Rakyat banyak dalam wilayah negara RI adalah penduduk di segenap daerah otonom. Hukum dan konstitusi harus pertama-tama dipatuhi dan ditegakkan di daerah-daerah otonom itu. Membangun pemerintahan daerah harus dibarengi dengan pematuhan dan penegakan hukum, konstitusi dan demokrasi. Pemerintah daerag dan DPRD merupakan avantgrade memelopori dan meneladani hal pematuhan dan penegakan hukum, konstitusi dan demokrasi itu.[4]
Otonomi daerah telah mendorong demokratisasi tata kelola pemerintahan. Realisasi otonomi daerah juga telah menghasilkan kepemimpinan daerah yang lebih kredibel dan akuntabel, peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan esekutif yang terdesentralisasi, penataan sistem administrasi, efisiensi dan standarisasi keuangan daerah yang lebih jelas bersumber pada pendapatan negara dan daerah, serta akselerasi sumber-sumber penerimaan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, pajak dan retribusi juga pinjaman daerah.
Perkembangan masyarakat dalam konteks otonomi daerah tidak dapat dipungkiri telah menghasilkan kondisi obyektif bagi tumbuhnya budaya lokal, serta partisipasi rakyat secara melembaga dan kritis sebagai kontrol politik terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah telah memperkokoh sendi-sendi perekonomian daerah dengan semakin berkembangnya pembangunan infrastuktur yang menggerakkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal serta peningkatan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat.
Kemajuan lain menunjukkan, pelaksanaan otonomi daerah yang menuntut terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik telah mendorong para kepala daerah untuk mengembangkan kepimpinan yang lebih transaparan dan akuntabel, serta mengkondisikan berbagai langkah reformasi birokrasi. Realisasi kebijakan daerah yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat, pada satu sisi telah meningkatkan index pembangunan manusia (IPM) secara rasional, dan pada sisi lain menghasilkan berkembangnya sektor-sektor pendidikan dan kesehatan serta pengurangan kemiskinan.
Khusus tentang pelaksanaan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan, sinergi pemerintah, pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan yang harus ditata dan dikembangkan sebagai implementasi strategi utama, yakni:
1.      Memperbaiki sistem jaminan sosial;
2.      Meningkatan akses masyarakat miskin pada kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi
3.      Meningkatkan pemberdayaan masyarakat
4.      Mendorong pertumbuhan yang berkualitas
Kemajuan-kemajuan sosial-politik yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan daerah berlandaskan konsepsi otonomi daerah sejak era reformasi tahun 1999 masih dihadapkan pada sejumlah permaslahan strategis, antara lain :
a.         Realisasi otonomi daerah mendorong perkembangan aspirasi untuk menuntut pemekaran daerah. Dalam kurun waktu 1999-2009 tercatat 164 kabupaten baru telah terbentuk, demikian halnya pertumbuhan kota-kota pemekaran dari 59 kota pada tahun 2009.
b.        Terdapatnya perundang-undangan yang mereduksi kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur pengelolaan sumberdaya strategis, terutama sumberdaya alam.
c.         Diberlakukannya ketentuan perundang-undangan mengakibatkan konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Regulasi dan kebijakan otonomi daerah ke depan harus dirancang dengan mengacu pada konsepsi strategis, antara lain:
1.    Penguatan dan implementasi otonomi daerah yang bertanggung jawab memenuhi asas keadilan dan keselarasan dalam bingkai NKRI. Kecenderungan politik untuk melemahkan paradigma desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi daerah, baik melalui komunikasi wacana yang bermuatan ‘pemikiran-pemikiran resentralistik’ maupun regulasi termasuk materi muatan dalam undang-undang yang secara faktual berpotensi mengubah hubungan-hubungan kewenangan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus segera ditinggalkan.
2.    Akselerasi pembangunan infrastruktur yang mendukung aktivitas ekonomi dengan memperhatikan konektivitas antar wilayah guna mencapai tujuan pemerataan pembangunan nasional.
3.    Kebijakan-kebijakan nasional maupun daerah yang segera dapat dioperasionalkan untuk menghadapi perkembangan dalam kerja sama ekonomi.
4.    Peningkatan upaya-upaya untuk terus membanguna tata kelola pemerintahan yang baik, melalui peningkatan kapasitas kepemerintahan.
5.    Regulasi dan kebijakan desentralisasi fiskal harus ditata guna mewujudkan alokasi sumberdaya nasional yang efisien dan efektif melalui pola hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan.
  
 Bab IV. Penutup
A.    Kesimpulan

Otonomi daerah merupakan langkah baru dari sistem reformasi Indonesia, yang bertujuan pembagian kekuasaaan dari sentralistik ke desentralisasi. Guna pengaturan kebijakan agar tidak terpusat pada pemerintah pusat, dan kebijakan pengelolaan daerah masing-masing dipegang oleh kepala daerah yang lebih mengetahui kondisi daerahnya itu sendiri. Tetapi dalam perkembangannya, otonomi sistem desentralisasi tersebut mengalami beberapa problema atau masalah-masalah yang baru muncul.
            Salah satunya yaitu eksploitasi pendapatan daerah, korupsi di daerah, SDM yang belum siap, potensi munculnya konflik antar daerah dan lain sebagainya. Tetapi kedepannya, ternyata otonomi daerah mempunyai banyak keuntungan atau prospek kedepan, yaitu antara lain : memperkokoh sendi-sendi perkeonomian daerah, demokratisasi tata kelola pemerintah, kepemimpinan daerah yang lebih kredibel dan akuntabel, peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan esekutif yang terdesentralisasi, penataan sistem administrasi, efisiensi dan standarisasi keuangan daerah yang lebih jelas bersumber pada pendapatan negara dan daerah, serta akselerasi sumber-sumber penerimaan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, pajak dan retribusi juga pinjaman daerah.

B.     Saran

Beberapa penjelasan diatas sudah menjelaskan mengenai beberapa hal yang perlu dilakukan guna pencapaian hasil otonomi daerah yang optimal, antaranya yaitu : peningkatan pembangunan daerah yang tidak tersentral pada pulau-pulau di jawa, akan memudahkan proses otonomi daerah yang sehat, kebijakan nasional yang mementingkan potensi daerah dan sekaligus menjaga kelestarian daerah tersebut, regulasi dan kebijakan desentralisasi fiskal per daerah, dan regulasi ketentuan pembentukan peraturan daerah yang tepat guna.




DAFTAR PUSTAKA

Marzuki, Laica. 2007. Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jurnal Konstitusi. Mahkamah Agung Republik indonesia, Jakarta.

Noor, Isran. 2012. Politik Ekonomi Daerah Untuk Penguatan NKRI.

Sinaga, Obasatar. 2010. Otonomi Daerah Dan Kebijakan Publik Implementasi Kerjasama Internasional. Lepsindo.Bandung

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang  Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Junto Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah


 
 




[1] Pasal 1 Ayat (5) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
[2] Hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (20 Maret 2007)
[3] Noor, Isran. 2012. Politik Ekonomi Daerah Untuk Penguatan NKRI.
[4] Marzuki, Laica. 2007. Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jurnal Konstitusi. Mahkamah Agung Republik indonesia, Jakarta.
Read More

0 Responses to Otonomi Daerah (Problem dan Prospek)

Posting Komentar