Bab I. Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Krisis ekonomi
dan yang lainnya yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memberikan dampak
positif dan dampak negatif bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia. Di satu sisi, krisis tersebut telah memberikan dampak yang
luar biasa pada kemiskinan, namun disatu sisi krisis tersebut juga memberi
“berkah tersembunyi” bagi upaya peningkatan taraf hidup seluruh rakyat
Indonesia dimasa yang akan datang. Karena krisis ekonomi dan krisis-krisis yang
lainnya yang dialami telah membuka jalan bagi munculnya reformasi total
tersebut adalah mewujudkan masyarakat yang madani terciptanya good governance,
dan mengembangkan model pembangunan yang berkeadilan. Disamping itu reformasi
juga telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem politik dan
kelembagaan sosial, sehingga mempermudah proses pengembangan dan modernisasi
lingkungan legal dan regulasi untuk pembaruan pradigma di berbagai bidang
kehidupan
Salah satu unsur
reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah
kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua
alasan. Pertama, intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang
lalu telah menimbulkan rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah
dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi didaerah. Arahan dan
kebutuhan akan undang-undang yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut
menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati dan sehingga
pemerintah daerah sering kali menjadikan pemenuhan peraturan
sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk pelayanan kepada masyarakat.
Kedua,
tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk memasuki era
permainan baru yang membawa aturan baru pada semua aspek kehidupan dimasa yang
akan datang. Dimana pada masa yang akan datang pemerintah akan kehilangan
kendali pada banyak persoalan seperti perdagangan internasional, informasi dan
ide maupun keuangan. Dengan banyaknya berbagai persoalan tersebut, maka
pemerintah akan kesulitan untuk menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang
sepele yang dihadapi oleh masyarakat.
Pelaksanaan
otonomi daerah sebagai amanat UUD 1945 secara konstitusional maupun legal
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dalam konteks
otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta
potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam kerangka penguatan legitimasi prinsip otonomi seluas-luasnya,
serta guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih efektif dan
akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip desentralisasi politik dan aspirasi
masyarakat.
Sejalan dengan
das sein dan das sollen terhadap kebijakan otonomi daerah tersebut, dalam
perkembangannya otonomi daerah ini menimbulkan permasalahan-permasalahan baru,
akibat dari tugas-tugas baru daerah yang diserahkan langsung dari pusat. Selain
itu perlu adanya prospek visi dan tujuan otonomi daerah untuk kedepannya agar
otonomi daerah tersebut dapat berjalan efektif dan tepat guna.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang dapat diambil dari latar belakang diatas yaitu :
1.
Apa saja
problema yang muncul terhadap adanya otonomi daerah dan kebijakan yang dapat
diambil ?
2.
Apa saja prospek
kedepan terhadap otonomi daerah dan kebijakan yang diambil ?
Bab II. Landasan Teori
A.
Pengertian Otonomi
Daerah
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan diatas, kita
juga dapat menelisik pengertian otonomi daerah secara harafiah. Otonomi daerah
berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi
berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti
aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk
mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah
tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah.
Pengertian Otonomi Daerah menurut F. Sugeng Istianto, adalah: “Hak
dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah” Pengertian
Otonomi Daerah menurut Ateng Syarifuddin, adalah: “Otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat
dipertanggungjawabkan”. Dan Pengertian Otonomi Daerah menurut Syarif Saleh,
adalah: “Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut
merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat”
Selain pendapat pakar diatas, ada juga beberapa pendapat lain
yang memberikan pengertian yang berbeda mengenai otonomi daerah, antara lain: Pengertian
otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein, adalah: “Pemerintahan oleh dan untuk
rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar
pemerintah pusat” Pengertian otonomi daerah menurut Philip Mahwood, adalah: “Suatu
pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya
terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan
sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbeda”.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai
berikut:
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan
ketentuan tersebut disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum
dan daya saing daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat
dipercepat perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan
pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing
diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan
serta potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.
Pengertian
Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan
asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dl pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tt pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan
cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sbg garis pedoman untuk manajemen dl
usaha mencapai sasaran; garis haluan: -
Pemerintah mengenai moneter perlu dibahas oleh DPR.
Pengertian kebijakan publik
menurut para ahli salah satunya yaitu Thomas Dye
yaitu kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah
manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar
kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak
kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian
pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya
pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.
C.
Pengertian
Kebijakan Daerah
Pengertian kebijakan pemerintah
pada prinsipnya dibuat atau atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut
Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai tujuan
tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan
pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik
oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan
umum (Anonimous, 1992).
D.
Pengertian
Sentralisasi
Sentralisasi
adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak
digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat
Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat
E.
Pengertian
Desentralisasi
Desentralisasi
adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada
manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang
memilih serta menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta
meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi.
Pada sistem
pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang
yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di
tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian
besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah
tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari
sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang
berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan
dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal
tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Bab III. Pembahasan
A.
Problema Yang Muncul Terhadap Otonomi Daerah Dan
Kebijakan Yang Diambil
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan[1].
Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang
secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan
sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana,
manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang
melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan
untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi.
Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial
ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah
secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
Sejak diberlakukannya paket UU
mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering membicarakan aspek positifnya.
Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi daerah membawa perubahan positif di
daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini
menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung
menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau
pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan
dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari
pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan
kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah
keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di tengah-tengah
optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan
menimbulkan beberapa persoalan yang, jika tidak segera dicari pemecahannya,
akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya? Jika jawabannya tidak,
tentu akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa disadari, beberapa dampak
yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi. Ada
beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan
berdampak sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia.
Masalah-masalah tersebut antara lain
:
1.
Adanya
eksploitasi Pendapatan Daerah
2.
Pemahaman
terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
3.
Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum
memadai
4.
Kondisi
SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnyapelaksanaan otonomi
daerah
5.
Korupsi
di Daerah
6.
Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
Problem lainnya yang
juga menjadi sebab tidak optimalnya otonomi daerah yaitu 1. Kesenjangan antara
otonomi daerah dengan NKRI ternyata dijembatani oleh demokrasi, 2, Tanpa
diperantarai oleh demokrasi yang kuat maka otonomi daerah tidak bisa membantu
memperkuat keIndonesiaan, dan demikian juga sebaliknya. Otonomi daerah
seluas-luasnya terlaksana dengan pemanfaatan sumberdaya ekonomi untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat[2].
Selain hal-hal
diatas kebijakan otonomi daerah juga belum mencapai harmonisasi pendelegasian
wewenang antara pusat dengan daerah, dan ditambah juga terdapat hambatan
operasionalisasi perundang-undangan terkait maupun kendala-kendala praktis.
Pelaksanaan
pembangunan di daerah yang pembangunan kembali menunjukan kecenderungan
resentralistik dalam arti program pembaungan direncanakan secara terpusat oleh
Pemerintah Pusat, disusun secara seragam tanpa memperhatikan kebutuhan,
karakteristik dan spesifikasi masing-masing daerah, dan mengasumsikan kebutuhan
dan permasalahan yang dihadapi setiap daerah adalah sama. Hal ini membawa
dampak negative bagi daerah, seperti hilangnya kreativitas daerah , tidak
terpenuhinya kebutuhan masyrakat, dan tidak terlaksananya prioritas pembangunan
sesuai aspirasi dan kebutuhan masyrakat daerah. Kewenangan daerah dalam
mengembangkan dunia usaha juga sangat terbatas karena banyak kebijakan dan
regulasi berada pada Pemerintah Pusat. Berbagai perizinan masih diputuskan oleh
Pemerintah Pusat.
Seharusnya
melalui desentralisasi penyelenggaraan urusan pemerintah kepala daerah otonom,
daerah akan mempunyai kewenangan yang luas dan utuh 1. untuk mengatur dan
mengelola aspirasi/tuntutan masyarakatnya; 2. untuk merencanakan dan mengelola
pelaksanaan pemabngunan di daerahnya[3].
Dengan demikian pemerintah daerah dapat mengembangkan kreativitas dalam
menggali dan mengelola potensi yang dimiliki daerah untuk dimanfaatkan
seoptimal mungkin bagi pembangunan daerah dan pengembangan usaha di daerah.
Pelaksanaan
otonomi daerah yang dilandasi perubahan paradigm sentralisasi ke paradigm
desentralisasi tidak hanya memperkuat otoritas pemerintah daerah serta
menghasilkan kemajuan demokrasi di tingkat local, akan tetapi juga
pemeberdayaan berkelanjutan baik pemerintah daerah provinsi, maupun pemerintah
daerah Kabupaten/kota. Lahirnya Undang-undang nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Jo.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah juga telah
melahirkan sistem politik baru di daerah, oleh karena kepala daerah/wakil
kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dengan demikian
proses check and balances dalam penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan
secara sistemik, oleh akrena pada satu sisi DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/kota dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu yang
dilaksanakan secara regular , demikian pula halnya kepala daerah/wakil kepala
daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilukada demokratik.
Dalam hubungan
ini pula, otonomi daerah telah mendorong demokratisasi tata kelola
pemerintahan. Realisasi otonomi daerah juga telah menghasilkan kepemimpinan
daerah yang lebih kredibel dan akuntabel, peningkatan efektivitas fungsi-fungsi
pelayanan esekutif yang terdesentralisasi, pentaan sistem administrasi dan
memperkokoh sendi-sendi perkeonomian daerah.
B.
Prospek Kedepan Otonomi Daerah Dan Kebijakan Yang Diambil
Rakyat adalah pemegang kedaulatan. Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 Perubahan
Ketiga, berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-undang Dasar”. Rakyat yang berdaulat tidak boleh menyimpang dari
konstitusi, artinya rakyat sendiri selaku pemegang kedaulatan harus tunduk pada
UUD. Secara hukum dan administratif, rakyat banyak nan berdaulat itu bersebar
dan menempati segenap daerah otonom, termasuk rakyat penduduk Ibukota Jakarta
adalah pula penduduk daerah otonom DKI Jakarta Raya.
Rakyat banyak dalam wilayah negara RI adalah penduduk di segenap daerah
otonom. Hukum dan konstitusi harus pertama-tama dipatuhi dan ditegakkan di
daerah-daerah otonom itu. Membangun pemerintahan daerah harus dibarengi dengan
pematuhan dan penegakan hukum, konstitusi dan demokrasi. Pemerintah daerag dan
DPRD merupakan avantgrade memelopori
dan meneladani hal pematuhan dan penegakan hukum, konstitusi dan demokrasi itu.[4]
Otonomi daerah telah mendorong demokratisasi tata kelola pemerintahan.
Realisasi otonomi daerah juga telah menghasilkan kepemimpinan daerah yang lebih
kredibel dan akuntabel, peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan
esekutif yang terdesentralisasi, penataan sistem administrasi, efisiensi dan
standarisasi keuangan daerah yang lebih jelas bersumber pada pendapatan negara
dan daerah, serta akselerasi sumber-sumber penerimaan terkait dengan
pengelolaan sumber daya alam, pajak dan retribusi juga pinjaman daerah.
Perkembangan masyarakat dalam konteks otonomi daerah tidak dapat dipungkiri
telah menghasilkan kondisi obyektif bagi tumbuhnya budaya lokal, serta
partisipasi rakyat secara melembaga dan kritis sebagai kontrol politik terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah telah memperkokoh sendi-sendi perekonomian
daerah dengan semakin berkembangnya pembangunan infrastuktur yang menggerakkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal serta peningkatan pelayanan kebutuhan
dasar masyarakat.
Kemajuan lain menunjukkan, pelaksanaan otonomi daerah yang menuntut
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik telah mendorong para kepala
daerah untuk mengembangkan kepimpinan yang lebih transaparan dan akuntabel,
serta mengkondisikan berbagai langkah reformasi birokrasi. Realisasi kebijakan
daerah yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat, pada satu sisi telah
meningkatkan index pembangunan manusia (IPM) secara rasional, dan pada sisi
lain menghasilkan berkembangnya sektor-sektor pendidikan dan kesehatan serta
pengurangan kemiskinan.
Khusus tentang pelaksanaan strategi dan kebijakan penanggulangan
kemiskinan, sinergi pemerintah, pemerintah daerah dan segenap pemangku
kepentingan yang harus ditata dan dikembangkan sebagai implementasi strategi
utama, yakni:
1.
Memperbaiki sistem jaminan sosial;
2.
Meningkatan akses masyarakat miskin pada kesehatan,
pendidikan, air bersih dan sanitasi
3.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat
4.
Mendorong pertumbuhan yang berkualitas
Kemajuan-kemajuan sosial-politik yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
daerah berlandaskan konsepsi otonomi daerah sejak era reformasi tahun 1999
masih dihadapkan pada sejumlah permaslahan strategis, antara lain :
a.
Realisasi otonomi daerah mendorong perkembangan aspirasi
untuk menuntut pemekaran daerah. Dalam kurun waktu 1999-2009 tercatat 164
kabupaten baru telah terbentuk, demikian halnya pertumbuhan kota-kota pemekaran
dari 59 kota pada tahun 2009.
b.
Terdapatnya perundang-undangan yang mereduksi kewenangan
pemerintah daerah dalam mengatur pengelolaan sumberdaya strategis, terutama sumberdaya
alam.
c.
Diberlakukannya ketentuan perundang-undangan
mengakibatkan konflik kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah.
Regulasi dan kebijakan otonomi
daerah ke depan harus dirancang dengan mengacu pada konsepsi strategis, antara
lain:
1.
Penguatan dan implementasi otonomi daerah yang
bertanggung jawab memenuhi asas keadilan dan keselarasan dalam bingkai NKRI.
Kecenderungan politik untuk melemahkan paradigma desentralisasi dalam
pelaksanaan otonomi daerah, baik melalui komunikasi wacana yang bermuatan
‘pemikiran-pemikiran resentralistik’ maupun regulasi termasuk materi muatan
dalam undang-undang yang secara faktual berpotensi mengubah hubungan-hubungan
kewenangan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus segera ditinggalkan.
2.
Akselerasi pembangunan infrastruktur yang mendukung
aktivitas ekonomi dengan memperhatikan konektivitas antar wilayah guna mencapai
tujuan pemerataan pembangunan nasional.
3.
Kebijakan-kebijakan nasional maupun daerah yang segera
dapat dioperasionalkan untuk menghadapi perkembangan dalam kerja sama ekonomi.
4.
Peningkatan upaya-upaya untuk terus membanguna tata
kelola pemerintahan yang baik, melalui peningkatan kapasitas kepemerintahan.
5.
Regulasi dan kebijakan desentralisasi fiskal harus ditata
guna mewujudkan alokasi sumberdaya nasional yang efisien dan efektif melalui
pola hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel dan
berkeadilan.
Bab IV. Penutup
A.
Kesimpulan
Otonomi daerah merupakan langkah baru dari sistem reformasi Indonesia, yang
bertujuan pembagian kekuasaaan dari sentralistik ke desentralisasi. Guna
pengaturan kebijakan agar tidak terpusat pada pemerintah pusat, dan kebijakan
pengelolaan daerah masing-masing dipegang oleh kepala daerah yang lebih
mengetahui kondisi daerahnya itu sendiri. Tetapi dalam perkembangannya, otonomi
sistem desentralisasi tersebut mengalami beberapa problema atau masalah-masalah
yang baru muncul.
Salah satunya yaitu eksploitasi pendapatan
daerah, korupsi di daerah, SDM yang belum siap, potensi munculnya konflik antar
daerah dan lain sebagainya. Tetapi kedepannya, ternyata otonomi daerah
mempunyai banyak keuntungan atau prospek kedepan, yaitu antara lain :
memperkokoh sendi-sendi perkeonomian daerah, demokratisasi tata kelola
pemerintah, kepemimpinan daerah yang lebih kredibel dan akuntabel, peningkatan
efektivitas fungsi-fungsi pelayanan esekutif yang terdesentralisasi, penataan
sistem administrasi, efisiensi dan standarisasi keuangan daerah yang lebih
jelas bersumber pada pendapatan negara dan daerah, serta akselerasi
sumber-sumber penerimaan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam, pajak dan
retribusi juga pinjaman daerah.
B.
Saran
Beberapa penjelasan
diatas sudah menjelaskan mengenai beberapa hal yang perlu dilakukan guna
pencapaian hasil otonomi daerah yang optimal, antaranya yaitu : peningkatan
pembangunan daerah yang tidak tersentral pada pulau-pulau di jawa, akan
memudahkan proses otonomi daerah yang sehat, kebijakan nasional yang
mementingkan potensi daerah dan sekaligus menjaga kelestarian daerah tersebut,
regulasi dan kebijakan desentralisasi fiskal per daerah, dan regulasi ketentuan
pembentukan peraturan daerah yang tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Laica. 2007. Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jurnal
Konstitusi. Mahkamah Agung Republik indonesia, Jakarta.
Noor, Isran. 2012. Politik Ekonomi
Daerah Untuk Penguatan NKRI.
Sinaga,
Obasatar. 2010. Otonomi Daerah Dan
Kebijakan Publik Implementasi Kerjasama Internasional. Lepsindo.Bandung
Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Junto
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
|
[1]
Pasal 1 Ayat (5) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
[2]
Hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (20 Maret 2007)
[3] Noor, Isran. 2012. Politik Ekonomi Daerah
Untuk Penguatan NKRI.
[4] Marzuki, Laica. 2007. Hakikat
Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jurnal Konstitusi. Mahkamah
Agung Republik indonesia, Jakarta.
0 Responses to Otonomi Daerah (Problem dan Prospek)
Posting Komentar