Posted on 19.21

REFORMASI BIROKRASI MAHKAMAH AGUNG RI



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Mahkamah Agung Republik Indonesia merupakan satu-satunya badan yudikatif, yang mana sebuah badan menjamin tegaknya keadilan dengan instrument didalamnya para pegawai-pegawai sebagai aparatur negara/ stakeholder. Semenjak tahun 2003 Mahkamah Agung Republik Indonesia mengemban misi dimana wajib tercapainya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Salah satu cara untuk mewujudkannya dengan segera dan optimal adalah dengan dilaksanakannya Reformasi Birokrasi (RB) di lingkungan kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia, wwalaupun pelaksanaan secara optimal baru terwujud pada tahun 2012.

Hal itu sesuai dengan UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UndangUndang Nomr 5 Tahun 2004 dan terakhir dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009, UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 158), UndangUndang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 51 tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079), UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159). Dimana di dalam undang-undang sebagaimana disebutkan diatas, bahwa Mahkamah Agungs sebagai lembaga yang berada diatas Pengadilan Negeri, Agama, Tata Usaha Negara dan Militer wajib menganut tujuan Badan Peradilan yang Agung, dengan asas Peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Dalam rangka melaksanakan hal tersebut, maka Mahkamah Agung Republik Indonesia meneruskannya dalam bentuk Peraturan Sekertaris Mahkamah Agung RI Nomor 036/SEK/VI/2012 Tentang Sasaran Kinerja Individu Pejabat Struktural Eselon III, Pejabat Struktural Eselon IV, Pejabat Struktural Eselon V Pejabat Fungsional Tertentu Dan Pejabat Fungsional Umum Di Lingkungan Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya Di Seluruh Indonesia. Untuk melaksanakan reformasi birokrasi bidang sumber daya manusia di lingkungan Mahkamah agung dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya dipandang perlu mengembangkan sistem penilaian kinerja pegawai yang transparan, obyektif, adil dan akuntabel berbasis kompetensi dan kinerja.
Reformasi birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung RI ini tentu saja disambut baik oleh seluruh stakeholder/aparatur negara yang ada dibawah lingkup Mahkamah Agung RI, hal ini tentu juga berimbas kepada masyarakat yang berperkara yang berhubungan dengan aparatur-aparatur di pengadilan-pengadilan yang dimaksud. Antara lain tentu dapat meningkatkan kepuasan masyarakat yang berperkara, misalnya dalam rangka pendaftaran gugatan, akan dilaksanakan dengan cepat, sederhana dalam artian tetap mengikuti prosedur dan tata cara persyaratan yang ada, dan yang terakhir biaya yang ringan, tidak memberatkan kepada si berperkara. Hal ini tentu saja akan menjadi hal positif kepada masyarakat khususnya pihak-pihak yang berperkara dan positif kepada aparatur negara karena dapat melaksanakan tugas dengan cepat dan mudah.
B.  RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas yaitu :
1.    Bagaimana pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ?
2.    Bagaimana hambatan birokrasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ?
C.  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yang dapat diambil dari rumusan masalah diatas yaitu :
1.    Untuk mengetahui pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
2.    Untuk mengetahui hambatan birokrasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan

D.  MANFAAT PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yang dapat diambil dari rumusan masalah diatas yaitu :
1.    Terwujudnya badan peradilan yang agung sebagaimana visi dan misi Mahkamah Agung Republik Indonesia
2.    Terwujudnya asas badan peradilan di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu asas cepat, sederhana dan biaya ringan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Yang dimaksud Reformasi Birokrasi (RB) adalah sebuah proses perubahan, dengan menata ulang, memperbaiki dan menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih profesional, efesien, efektif dan produktif. Pada Tahun 2003 MA sudah melaksanakan RB yang difokuskan pada 6 (enam) arena, yaitu :
1. Manajemen perkara;
2. Teknologi informasi;
3. Pendidikan dan pelatihan;
4. Sumber daya manusia;
5. Manajemen keuangan;
6. Pengawasan.
Pada Tahun 2007 Mahkamah Agung ditunjuk sebagai salah satu lembaga yang melaksanakn pilot project Reformasi Birokrasi dengan quick wins sebagai berikut :
1. Transparansi putusan
2. Manajemen informasi teknologi
3. Pelatihan PPH (Pedoman Perilaku Hakim)
4. Pendapatan Negera Bukan Pajak (PNBP)
5. Manajemen SDM
RB Gelombang II ditandai dengan keluarnya Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2012 –2025 dan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi. Kemudian MA menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : 71 KMA / SK / III /2011 tentang Pembentukan Tim Pembaruan Peradilan. Dibentuklah 5 (lima) Kelompok Kerja yang meliputi : Manajemen Perkara (Penataan dan penguatan organisasi, penetaan tata laksana), Manajemen SDM, perencanaan dan keuangan (penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan SDM aparatur), Pendidikan dan Pelatihan (Penataan dan penguatan organsasi, penataan manajemen SDM aparatur), Pengawasan Internal (penguatan pengawasan internal, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan kualitas pelayanan publik, monitoring, evaluasi dan pelaporan), Akses terhadap Keadilan (manajemen perubahan, penataan perundang-undangan, peningkatan kualitas pelayanan publik).
Tujuan reformasi birokrasi :
1. Pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN
2. Efektifitas dan efesiensi kegiatan pemerintahan
3. Peningkatan kualitas pengambilan kebijakan
4. Peningkatan kualitas pelayanan publik
8 (delapan) Area Perubahan :
1. Pola pikir dan budaya kerja
2. Penataan peraturan perundangundangan
3. Penataan dan penguatan organisasi
4. Penataan tata laksana
5. Penataan sistem manajemen SDM aparatur
6. Penguatan pengawasan
7. Penguatan akuntabilitas kerja
8. Peningkatan kualitas pelayanan public
Dalam pelaksanaanya dari RB gelombang I sampai dengan RB gelombang II telah ada beberapa yang dilaksanakan dan terus berlanjut hingga tahun 2014 ini, yaitu diantaranya :
1.    Transparansi Peradilan
(KMA No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan yang disempurnakan dengan KMA No.1-144/KMA/SK/I/2011). Salah satu bentuk transparansi peradilan adalah uploading putusan ke website Mahkamah Agung.
2.    Pengembangan Teknologi Informasi.
Hampir semua pengadilan mengembangkan website untuk memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat. Di Pengadilan Agama juga dikembangkan SIADPA untuk mempermudah dan mempercepat menyelesaikan proses administrasi perkara seperti pembuatan PMH. PHS, BAP, Putusan, Akta Cerai dan sebagainya.
3.    Pengelolaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Penerimaan PNBP yang dimaksudkan di sini adalah yang berkaitan dengan biaya perkara. PNBP tersebut tidak dikelola oleh badan peradilan, tetapi langsung disetorkan ke kas Negara (PP 53 Tahun 2008).
4. Kode Etik Hakim.
Terbitnya Pedoman Perilaku Hakim (PPH) melalui SK KMA No.104A/KMA/SK/XII/2006 yang disempurnakan dengan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kode Etik dan PPH ini dapat menciptakan disiplin tata kerja bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan profesinya.


5. Peningkatan Disiplin Kerja.
Terbitnya KMA Nomor 071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri Sipil pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, dapat meningkatkan disiplin kerja aparat peradilan[1].
Karena sampai sekarang program-program kerja tersebut masih dilaksanakan dan terus dikembangkan serta terus dioptimalkan oleh para stakeholdernya, maka  setiap waktunya pelaksanaan reformasi birokrasi ini dilakukan monitoring dan supervisi oleh lembaga lain, seperti Dewan Perwakilan Rakyat  RI dan Badan Pemeriksa Keuangan serta Komisi Yudisial, dalam rangka tertib administrasi dan putusan-putusan hakim yang dapat dipertanggungjawabkan.












B.  Hambatan birokrasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Hambatan dalam pelaksaaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung RI tentu saja banyak dan tidak mudah untuk mengatasinya, karena 1. Budaya Pegawai Negeri yang malas dan tidak tepat waktu dan suka mengulur pekerjaan, 2. Pelaksanaan yang memakan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit dan tidak dalam jangka waktu yang singkat.
Hambatan / kendala di dalam pelaksaaan reformasi birokrasi Mahkamah Agung RI cukup banyak karena dapat dilihat dalam jangka waktu 9 tahun yaitu dari tahun 2003 sampai dengan 2012 baru dapat terlaksana secara cukup maksimal.
Hambatan lainnya dikarenakan Mahkamah Agung merupakan Lembaga vertikal yang dibawahnya terdapat 4 lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Masing-masing lingkungan peradilan terdiri dari peradilan tinggi / peradilan tingkat banding, peradilan Kelas I dan peradilan kelas II.  Dengan demikian banyaknya jumlah peradilan di Indonesia maka untuk mendistribusikan reformasi birokrasi yang merata pada semua peradilan jelas membutuhkan tenggat waktu yang cukup lama.
Kendala-kendala tersebut antara lain :
1.    faktor keteladanan pemimpin
2.    faktor budaya. Birokrasi yang mewarisi budaya feodal sejak zaman kerajaan hingga penjajahan dan tetap bertahan pada era Orde Baru, tidak mudah dibawa memasuki paradigma baru menuju birokrasi (administrasi publik) modern
3.    faktor kualitas pegawai
4.    buruknya sistem[2].
Berdasarkan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, adapun ke lima masalah dalam pelaksaaan reformasi birokrasi yakni, organisasi dan kewenangan yang belum tepat fungsi dan sasaran, pelayanan publik belum memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat, pola pikir dan budaya kerja belum mendukung birokrasi yang efisien, efektif, produktif, profesional dan melayani, peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, dan SDM aparatur[3]. 
Hambatan/kendala tersebut pada kenyataannya terjadi pada semua lembaga/SKPD yang ada di Indonesia, karena budaya-budaya jelek yang disebutkan di atas sudah menjalar pada Pegawai-pegawai Negeri Sipil yang ada di negara ini.
Tetapi tentu saja, masalah-masalah tersebut bukan tidak ada solusinya, salah satunya adalah pengoptimalisasian visi dan misi reformasi birokrasi ini, agar segala bentuk sifat/budaya yang ada di Pegawai Negeri Sipil dapat bekerja memuaskan / melayani para masyarakat luas.










BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Reformasi Birokrasi (RB) adalah sebuah proses perubahan, dengan menata ulang, memperbaiki dan menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih profesional, efesien, efektif dan produktif. Pada Tahun 2003 MA sudah melaksanakan RB yang difokuskan pada 6 (enam) arena, yaitu :
1. Manajemen perkara;
2. Teknologi informasi;
3. Pendidikan dan pelatihan;
4. Sumber daya manusia;
5. Manajemen keuangan;
6. Pengawasan.

B. SARAN
Reformasi Birokrasi yang terlaksana dengan tujuan badan peradilan yang agung sebenarnya sudah terlaksana dengan baik, hanya beberapa kurang hal, yaitu :
1. Perlunya disiplin pegawai yang lebih maksimal
2. Perlunya pembagian-pembagian tugas yang jelas di dalam menjalani jabatannya
3. Perlunya pemimpin-pemimpin yang patut diteladani.
4. Perlunya monitoring dan supervisi yang teratur




DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

MD Mahfud, dkk, 2013. Pengawasan dan Pembinaan Pengadilan. Setara Press. Malang.

Pengadilan tinggi Agama Surabaya. Buku Saku Reformasi Birokrasi. 2012.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UndangUndang Nomr 5 Tahun 2004 dan terakhir dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009.

UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 158).

UndangUndang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380), sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 51 tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079).

UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159)



[1] Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur.  2012. Buku Saku Reformasi Birokrasi. www.pta-surabaya.go.id. Diakses tanggal 18 Februari 2014 pukul 16.00 Wita.
[2] Suharto. W Didik. Suara Merdeka. Kendala Reformasi Birokrasi. 2011. www.antikorupsi.org. Diakses pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 12.00 Wita.
[3] Okezone.com. Diakses tanggal 19 Februari 2014 pukul 12.00 Wita.
Read More

0 Responses to REFORMASI BIROKRASI MAHKAMAH AGUNG RI

Posting Komentar