BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Mahkamah Agung Republik
Indonesia merupakan satu-satunya badan yudikatif, yang mana sebuah badan
menjamin tegaknya keadilan dengan instrument didalamnya para pegawai-pegawai
sebagai aparatur negara/ stakeholder.
Semenjak tahun 2003 Mahkamah Agung Republik Indonesia mengemban misi dimana
wajib tercapainya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Salah satu
cara untuk mewujudkannya dengan segera dan optimal adalah dengan
dilaksanakannya Reformasi Birokrasi (RB) di lingkungan kerja Mahkamah Agung
Republik Indonesia, wwalaupun pelaksanaan secara optimal baru terwujud pada
tahun 2012.
Hal itu sesuai dengan Undang‐Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang‐Undang Nomr 5 Tahun
2004 dan terakhir dengan Undang‐Undang
Nomor 3 Tahun 2009, Undang‐Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 158), Undang‐Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344), sebagaimana
telah diubah dengan Undang‐Undang
Nomor 9 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380), sebagaimana telah
diubah dengan Undang‐Undang
Nomor 51 tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079), Undang‐Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana
telah diubah dengan Undang‐Undang
Nomor 3 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), Undang‐Undang Nomor 50 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159). Dimana di dalam
undang-undang sebagaimana disebutkan diatas, bahwa Mahkamah Agungs sebagai
lembaga yang berada diatas Pengadilan Negeri, Agama, Tata Usaha Negara dan
Militer wajib menganut tujuan Badan Peradilan yang Agung, dengan asas Peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Dalam rangka melaksanakan hal tersebut,
maka Mahkamah Agung Republik Indonesia meneruskannya dalam bentuk Peraturan
Sekertaris Mahkamah Agung RI Nomor 036/SEK/VI/2012 Tentang Sasaran Kinerja Individu Pejabat Struktural Eselon
III, Pejabat Struktural Eselon IV, Pejabat Struktural Eselon V Pejabat Fungsional
Tertentu Dan Pejabat Fungsional Umum Di Lingkungan Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan
Yang Berada Dibawahnya Di Seluruh Indonesia. Untuk melaksanakan
reformasi birokrasi bidang sumber daya manusia di lingkungan Mahkamah agung dan
Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya dipandang perlu mengembangkan sistem penilaian
kinerja pegawai yang transparan, obyektif, adil dan akuntabel berbasis
kompetensi dan kinerja.
Reformasi birokrasi di lingkungan kerja
Mahkamah Agung RI ini tentu saja disambut baik oleh seluruh stakeholder/aparatur negara yang ada
dibawah lingkup Mahkamah Agung RI, hal ini tentu juga berimbas kepada
masyarakat yang berperkara yang berhubungan dengan aparatur-aparatur di
pengadilan-pengadilan yang dimaksud. Antara lain tentu dapat meningkatkan
kepuasan masyarakat yang berperkara, misalnya dalam rangka pendaftaran gugatan,
akan dilaksanakan dengan cepat, sederhana dalam artian tetap mengikuti prosedur
dan tata cara persyaratan yang ada, dan yang terakhir biaya yang ringan, tidak
memberatkan kepada si berperkara. Hal ini tentu saja akan menjadi hal positif
kepada masyarakat khususnya pihak-pihak yang berperkara dan positif kepada
aparatur negara karena dapat melaksanakan tugas dengan cepat dan mudah.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar
belakang diatas yaitu :
1.
Bagaimana pelaksanaan
reformasi birokrasi di lingkungan Kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ?
2.
Bagaimana
hambatan birokrasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan
cepat, sederhana dan biaya ringan ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yang dapat diambil dari rumusan
masalah diatas yaitu :
1.
Untuk mengetahui
pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kerja Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya
ringan
2.
Untuk mengetahui
hambatan birokrasi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan
cepat, sederhana dan biaya ringan
D. MANFAAT
PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yang dapat diambil dari rumusan
masalah diatas yaitu :
1.
Terwujudnya
badan peradilan yang agung sebagaimana visi dan misi Mahkamah Agung Republik
Indonesia
2.
Terwujudnya asas
badan peradilan di lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu asas
cepat, sederhana dan biaya ringan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kerja
Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka terwujudnya asas peradilan
cepat, sederhana dan biaya ringan.
Yang dimaksud Reformasi
Birokrasi (RB) adalah sebuah proses
perubahan, dengan menata ulang,
memperbaiki dan menyempurnakan
birokrasi agar menjadi lebih
profesional, efesien, efektif dan produktif. Pada Tahun 2003 MA sudah melaksanakan RB yang difokuskan pada 6 (enam) arena,
yaitu :
1. Manajemen
perkara;
2. Teknologi
informasi;
3. Pendidikan
dan pelatihan;
4. Sumber daya
manusia;
5. Manajemen
keuangan;
6. Pengawasan.
Pada Tahun 2007 Mahkamah Agung ditunjuk sebagai
salah satu lembaga yang melaksanakn pilot project Reformasi Birokrasi
dengan quick wins sebagai berikut :
1.
Transparansi putusan
2.
Manajemen informasi teknologi
3.
Pelatihan PPH (Pedoman Perilaku Hakim)
4.
Pendapatan Negera Bukan Pajak (PNBP)
5.
Manajemen SDM
RB
Gelombang II ditandai dengan keluarnya Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2012 –2025 dan Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Roadmap Reformasi
Birokrasi. Kemudian MA menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Keputusan
Ketua Mahkamah Agung Nomor : 71 KMA / SK / III /2011 tentang Pembentukan Tim Pembaruan
Peradilan. Dibentuklah 5 (lima) Kelompok Kerja yang meliputi : Manajemen Perkara
(Penataan dan penguatan organisasi, penetaan tata laksana), Manajemen SDM,
perencanaan dan keuangan (penataan dan penguatan organisasi, penataan tata
laksana, penataan SDM aparatur), Pendidikan dan Pelatihan (Penataan dan
penguatan organsasi, penataan manajemen SDM aparatur), Pengawasan Internal
(penguatan pengawasan internal, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan
kualitas pelayanan publik, monitoring, evaluasi dan pelaporan), Akses terhadap
Keadilan (manajemen perubahan, penataan perundang-undangan, peningkatan
kualitas pelayanan publik).
Tujuan reformasi
birokrasi :
1. Pemerintahan yang
bersih dan bebas dari KKN
2. Efektifitas dan
efesiensi kegiatan pemerintahan
3. Peningkatan kualitas
pengambilan kebijakan
4. Peningkatan kualitas
pelayanan publik
8 (delapan) Area Perubahan :
1. Pola pikir dan
budaya kerja
2. Penataan peraturan
perundangundangan
3. Penataan dan
penguatan organisasi
4. Penataan tata
laksana
5. Penataan sistem
manajemen SDM aparatur
6. Penguatan pengawasan
7. Penguatan
akuntabilitas kerja
8. Peningkatan kualitas
pelayanan public
Dalam pelaksanaanya
dari RB gelombang I sampai dengan RB gelombang II telah ada beberapa yang
dilaksanakan dan terus berlanjut hingga tahun 2014 ini, yaitu diantaranya :
1.
Transparansi Peradilan
(KMA
No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tanggal 28 Agustus 2007 tentang Keterbukaan Informasi
di Pengadilan yang disempurnakan dengan KMA No.1-144/KMA/SK/I/2011). Salah satu
bentuk transparansi peradilan adalah uploading putusan ke website Mahkamah
Agung.
2.
Pengembangan Teknologi Informasi.
Hampir
semua pengadilan mengembangkan website untuk memberikan pelayanan
informasi kepada masyarakat. Di Pengadilan Agama juga dikembangkan SIADPA untuk
mempermudah dan mempercepat menyelesaikan proses administrasi perkara seperti
pembuatan PMH. PHS, BAP, Putusan, Akta Cerai dan sebagainya.
3.
Pengelolaan PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak). Penerimaan PNBP yang dimaksudkan di sini adalah yang
berkaitan dengan biaya perkara. PNBP tersebut tidak dikelola oleh badan
peradilan, tetapi langsung disetorkan ke kas Negara (PP 53 Tahun 2008).
4.
Kode Etik Hakim.
Terbitnya
Pedoman Perilaku Hakim (PPH) melalui SK KMA No.104A/KMA/SK/XII/2006 yang disempurnakan
dengan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial
Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim. Kode Etik dan PPH ini dapat menciptakan disiplin tata kerja
bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan profesinya.
5.
Peningkatan Disiplin Kerja.
Terbitnya
KMA Nomor 071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam
Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri Sipil
pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, dapat
meningkatkan disiplin kerja aparat peradilan[1].
Karena sampai sekarang program-program kerja
tersebut masih dilaksanakan dan terus dikembangkan serta terus dioptimalkan
oleh para stakeholdernya, maka setiap
waktunya pelaksanaan reformasi birokrasi ini dilakukan monitoring dan supervisi
oleh lembaga lain, seperti Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Badan Pemeriksa Keuangan serta Komisi
Yudisial, dalam rangka tertib administrasi dan putusan-putusan hakim yang dapat
dipertanggungjawabkan.
B.
Hambatan birokrasi dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam rangka
terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Hambatan dalam
pelaksaaan reformasi birokrasi di lingkungan kerja Mahkamah Agung RI tentu saja
banyak dan tidak mudah untuk mengatasinya, karena 1. Budaya Pegawai Negeri yang
malas dan tidak tepat waktu dan suka mengulur pekerjaan, 2. Pelaksanaan yang
memakan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit dan tidak dalam jangka waktu
yang singkat.
Hambatan / kendala di
dalam pelaksaaan reformasi birokrasi Mahkamah Agung RI cukup banyak karena
dapat dilihat dalam jangka waktu 9 tahun yaitu dari tahun 2003 sampai dengan
2012 baru dapat terlaksana secara cukup maksimal.
Hambatan lainnya
dikarenakan Mahkamah Agung merupakan Lembaga vertikal yang dibawahnya terdapat
4 lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata
usaha negara dan peradilan militer. Masing-masing lingkungan peradilan terdiri
dari peradilan tinggi / peradilan tingkat banding, peradilan Kelas I dan
peradilan kelas II. Dengan demikian
banyaknya jumlah peradilan di Indonesia maka untuk mendistribusikan reformasi
birokrasi yang merata pada semua peradilan jelas membutuhkan tenggat waktu yang
cukup lama.
Kendala-kendala tersebut
antara lain :
1.
faktor
keteladanan pemimpin
2.
faktor budaya.
Birokrasi yang mewarisi budaya feodal sejak zaman kerajaan hingga penjajahan
dan tetap bertahan pada era Orde Baru, tidak mudah dibawa memasuki paradigma
baru menuju birokrasi (administrasi publik) modern
3.
faktor kualitas
pegawai
4.
buruknya sistem[2].
Berdasarkan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, adapun ke
lima masalah dalam pelaksaaan reformasi birokrasi yakni, organisasi dan
kewenangan yang belum tepat fungsi dan sasaran, pelayanan publik belum memenuhi
kebutuhan dan kepuasan masyarakat, pola pikir dan budaya kerja belum mendukung
birokrasi yang efisien, efektif, produktif, profesional dan melayani, peraturan
perundang-undangan yang tumpang tindih, dan SDM aparatur[3].
Hambatan/kendala tersebut pada kenyataannya
terjadi pada semua lembaga/SKPD yang ada di Indonesia, karena budaya-budaya
jelek yang disebutkan di atas sudah menjalar pada Pegawai-pegawai Negeri Sipil
yang ada di negara ini.
Tetapi tentu saja, masalah-masalah tersebut
bukan tidak ada solusinya, salah satunya adalah pengoptimalisasian visi dan
misi reformasi birokrasi ini, agar segala bentuk sifat/budaya yang ada di
Pegawai Negeri Sipil dapat bekerja memuaskan / melayani para masyarakat luas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Reformasi Birokrasi
(RB) adalah sebuah proses perubahan,
dengan menata ulang, memperbaiki dan menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih profesional, efesien, efektif
dan produktif. Pada Tahun 2003 MA sudah melaksanakan RB yang difokuskan pada 6 (enam) arena, yaitu :
1. Manajemen
perkara;
2. Teknologi
informasi;
3. Pendidikan
dan pelatihan;
4. Sumber daya
manusia;
5. Manajemen
keuangan;
6. Pengawasan.
B. SARAN
Reformasi Birokrasi yang terlaksana dengan tujuan
badan peradilan yang agung sebenarnya sudah terlaksana dengan baik, hanya
beberapa kurang hal, yaitu :
1. Perlunya disiplin pegawai yang lebih maksimal
2. Perlunya pembagian-pembagian tugas yang jelas di
dalam menjalani jabatannya
3. Perlunya pemimpin-pemimpin yang patut diteladani.
4. Perlunya monitoring dan supervisi yang teratur
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR
MD Mahfud, dkk, 2013. Pengawasan dan Pembinaan Pengadilan. Setara
Press. Malang.
Pengadilan tinggi Agama Surabaya. Buku Saku
Reformasi Birokrasi. 2012.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang‐Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang‐Undang Nomr 5 Tahun
2004 dan terakhir dengan Undang‐Undang
Nomor 3 Tahun 2009.
Undang‐Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 158).
Undang‐Undang Nomor 5 tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344),
sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 9 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4380), sebagaimana telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 51 tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079).
Undang‐Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana
telah diubah dengan Undang‐Undang
Nomor 3 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), Undang‐Undang Nomor 50 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159)
[1]
Pengadilan Tinggi Agama Jawa Timur.
2012. Buku Saku Reformasi
Birokrasi. www.pta-surabaya.go.id.
Diakses tanggal 18 Februari 2014 pukul 16.00 Wita.
[2]
Suharto. W Didik. Suara Merdeka. Kendala
Reformasi Birokrasi. 2011. www.antikorupsi.org.
Diakses pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 12.00 Wita.
[3]
Okezone.com. Diakses tanggal 19 Februari 2014 pukul 12.00 Wita.
0 Responses to REFORMASI BIROKRASI MAHKAMAH AGUNG RI
Posting Komentar